Sistem Proporsional Tertutup Kembali Dibahas Saat Revisi UU Pemilu, Apakah Sistem Pemilu Legislatif 2024 Akan Diubah?

Istilah “Sistem Pemilihan Umum” sudah sering kita dengar dan baca di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Menurut Giovanni Sartori, sistem pemilihan umum adalah sebuah bagian yang paling esensial dari kerja sistem politik, sistem pemilihan umum bukan hanya instrumen politik yang paling mudah dimanipulasi, ia juga membentuk sistem kepartaian dan mempengaruhi spektrum representasi. Penekanan ini juga digambarkan oleh Arend Lijphart yang menyatakan bahwa Sistem Pemilihan Umum adalah elemen paling mendasar dan demokrasi perwakilan. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, konsep teori yang berkaitan erat dengan pembentukan badan perwakilan rakyat adalah konsep teori mengenai sistem pemilihan umum, karena salah satu fungsi sistem pemilu adalah untuk mengatur prosedur seseorang agar dapat dipilih sebagai anggota dewan perwakilan rakyat atau menjadi kepala pemerintahan.

Pemilihan Masa Orde Baru

Jika kita sedikit melihat kembali perjalanan historis masa lalu terutama pada masa pemerintahan Orde Baru, pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia lebih mengedepankan sistem mekanis berdasarkan formula perwakilan berimbang atau proporsional dengan stelsel daftar tertutup yang digabungkan dengan sistem organis. Penggunaan sistem organis dalam pelaksanaan pemilihan umum saat itu dapat dianalisis melalui adanya pengangkatan sejumlah komponen militer dalam badan perwakilan rakyat. Di mana pengangkatan anggota militer di DPR dan MPR dilakukan dengan sangat hegemonik sebagai alasan untuk menjaga stabilitas politik dan stabilitas keamanan Negara. Berbeda dengan sistem Pemilu saat masa Orde Baru, sistem pemilihan umum mulai tahun 2009 menerapkan sistem mekanis dengan formula perwakilan berimbang atau proporsional dengan memilih daftar calon secara langsung. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 yang menentukan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. 

Kembali Ke Masa Lalu

Dalam pelaksanaan pemilu, buka tutup sistem pemilu proporsional selalu menjadi perbincangan di setiap agenda penataan sistem pemilu. Wacana untuk kembali ke sistem proporsional tertutup bukan hal baru dalam iklim pemilihan umum di Indonesia. Hal ini hampir selalu menjadi isu krusial di setiap pembahasan revisi undang-undang pemilu. Pasca pemilu serentak 2019, beberapa partai politik mulai mengusulkan untuk mengubah sistem pemilu proporsional daftar terbuka ke daftar tertutup. Sistem proporsional daftar terbuka dan tertutup merupakan suatu pilihan-pilihan dari dua variabel dasar sistem pemilu yaitu metode pemberian suara dan penetapan calon pemilih. 

Dalam sistem pemilu proporsional daftar terbuka surat suara berisikan logo partai politik dan nama-nama calon anggota legislatif yang didaftarkan oleh partai politik di suatu daerah. Sistem proporsional terbuka memiliki beberapa kelebihan yang secara tidak langsung menjadi kekurangan sistem ini. Penetapan calon berdasarkan suara terbanyak akan berdampak pada pola persaingan yang hanya berfokus pada candidate centric. Hal ini juga akan memicu persaingan antar caleg di internal partai politik. Selain itu, relasi kedekatan antar calon legislatif dengan para pemilih bersifat pragmatis, dimana praktik politik uang dilakukan untuk kebutuhan meraih suara terbanyak demi memenangkan kursi legislatif. 

Dalam sistem proporsional daftar tertutup, surat suara hanya akan mencantumkan logo partai politik tanpa ada daftar nama calon legislatif dimana pemilih hanya dapat memilih logo partai saja. Sedangkan nama-nama calon disusun berdasarkan nomor urut oleh masing-masing partai politik namun tidak dicantumkan dalam surat suara. Mekanisme penentuan calon yang terpilih berdasarkan pada nomor urut dari daftar nama calon anggota  legislatif yang sebelumnya telah dibuat oleh partai politik. Dalam hal ini, kelebihan dari sistem proporsional tertutup disebut sebagai friksi dari kelemahan sistem proporsional terbuka. Karena hanya ada logo partai yang tersedia di surat suara, institusionalisasi partai akan semakin mendekatkan partai dengan pemilih menjadi suatu kelebihan dalam sistem ini. Sistem proporsional tertutup menuntut para calon legislatif untuk mengkampanyekan partai politik secara institusi kepada pemilih. Perlu diketahui, disisi lain hal ini dapat memicu penguatan oligarki di internal partai jika tidak dilengkapi dengan demokratisasi pada internal partai politik. 

Sikap Parlemen

Belakangan ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus membahas kelanjutan revisi Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Salah satu isu yang sedang berkembang adalah proses pelaksanaan sistem pemilu legislatif yang akan diubah menjadi pemilu proporsional daftar tertutup atau tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional daftar terbuka. Berbagai partai politik memiliki tanggapannya masing-masing terkait sistem pemilu yang akan digunakan untuk pemilihan umum 2024. 

Salah satu Politisi PDIP yaitu Hasto menjelaskan bahwa sistem pemilu proporsional tertutup memungkinkan partai politik menempatkan kader-kader terbaiknya dalam parlemen. Sistem pemilu terbuka dinilai kurang menguntungkan bagi kader politik yang tidak populer di lingkungan masyarakat sedangkan kader tersebut memiliki ideologi yang kuat. Hasto juga menerangkan bahwa sistem pemilu proporsional tertutup hanya akan berlaku untuk Pileg baik itu nasional maupun daerah. Sedangkan Pemilihan Presiden, DPD, dan Kepala Daerah disarankan untuk tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Selain itu, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Nasdem yaitu Saan Mustopa menjelaskan bahwa saat ini Badan Legislasi DPR RI sedang melakukan proses harmonisasi rancangan naskah revisi UU Pemilu terkait sistem yang akan diterapkan saat Pemilu 2024 nanti. Saat ini, sementara fraksi-fraksi di Komisi II sepakat untuk tetap memilih opsi proporsional terbuka. 

Baca Juga: Tren E-Voting dalam Pemilihan di Tengah Pandemi

Kesimpulan

Pada umumnya, sistem proporsional daftar tertutup dan terbuka memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Oleh sebab itu, di tengah munculnya isu yang sedang berkembang mengenai wacana untuk mengubah sistem pemilihan umum atau tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka, setiap partai politik hendaknya terlebih dahulu menentukan hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan bahwa sistem pemilihan umum harus diubah dan apakah ketika sudah diubah hal ini akan membuat pemilihan umum di Indonesia lebih baik atau justru akan menghasilkan persoalan yang baru. Kalau kamu lebih memilih sistem yang mana?

Categories:

One Response

  1. Rangga catur yuanto says:

    Proposional terbuka cenderung adanya politik uang sehingga sehingga kebutuhan/biaya mendapatkan kursi DPR sangat tinggi sehingga sangat rentan terjadinya korupsi…proposional tertutup kebalikannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *